BERSAMA ANAK-ANAK CACAT

BERSAMA ANAK-ANAK CACAT
PANTI ASUHAN BINA REMAJA BANTARJO DONOHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA

Kamis, 19 Mei 2011

Tiga Komponen Dasar Hukum dalam Al-Quran

Tiga Komponen Dasar Hukum dalam Al-Quran

1. Hukum I’tiqadiah

Yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan aqidah/ keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu Tauhid, ilmu Ushuludin, atau ilmu Kalam.

2. Hukum Amaliah

Yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT antara manusia dan manusia, serta manusia dan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut Hukum syara’/ syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu Fiqih.

3. Hukum Khuluqiah

Yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku moral manusia dalam kehidupan, baik sebgai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep ihsan. Adapaun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.

Bentuk bentuk Ijtihad

* Ijma

Adalah kebulatan pendapat semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu masalah yang berkaitan dengan syariat. Karena sulitnya dilakukan ijma pada masa sesudah para sahabat, Imam Hambali sampai mengatakan, “Siapa yang mengatakan adanya ijma (maksudnya selain ijma sahabat), ia berdusta.” Ijma ini terjadi misalnya sewaktu pengangkatan Khalifah setelah Nabi wafat.

* Qiyas (Ra’yu)

Yaitu menetapkna hukum atas suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya dengan memperhatikan kesamaan antara kedua hal itu. Misalnya, menetapkan hukum haram atas ganja, heroin, morfin, pil BK, dsb, yang secara ekspilisit tidaka ada ketentuannya dalam Al-Quran dan Hadits, dengan menganalogikan pada haramnya Khamar. Karena keduanya memiliki sifat yang serupa, yakni muskir, memabukkan.

* Istishab

Yaitu melanjutkan hukum yang telah ada dan yang telah ditetapkan karena adanya suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Misalnya, apa yang diyakini telah ada tidak akan hilang karena adanya keragu-raguan. Seperti orang yang yakin telah berwudhu, lalu ragu-ragu apakah sudah batal atau belum, maka wudhu nya tetap sah. Begitu pula dalam hal hukum pokok (asal) segala sesuatu adalah mubah (boleh) sehingga ada dalil yang mengharuskan meninggalkan hukum tersebut.

* Mashalahah Mursalah

Yaitu kemaslahatan atau kebaikan yang tidak disinggung-singgung syara’ untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sehingga apabila dilakukan akan membawa kemanfaatan terhindar dari keburukan. Ini terjadi misalnya sewaktu pengumpulan dan kodifikasi Al-Quran pada zaman Abu Bakar dan Utsman bin Affan. Tidak ada nas yang melarang dan menyuruh melakukannya. Namun mengingat kemaslahatan umat di kemudian hari, para sahabatmenyepakatinya. Contoh lain adalah mensyaratkan adanya surat kawin untuk sahnya gugatan dalam soal perkawinan, nafkah, watis, dll.

* ‘Urf

yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang lain, baik dalam kata-kata atau perbuatan. Misalnya, kebiasaan jual beli dengan serah terima, tanpa menggunakan kata-kata ijab kabul.

Makmum Masbuq

¨ Jika makmum mendapati imam sedang berdiri dalam shalatnya, maka hendaknya makmum segera melakukan takbiratul ihram dan membaca surat Al Fatihah. Bila makmum belum selesai membaca surat Al Fatihah, imam rukuk, maka makmum tidak usah menyelesaikan bacaan surat Al Fatihah, tetapi segera rukuk bersama-sama Imam. Makmum dianggap memperoleh suatu rakaat shalat bersama imam. Adapun pembacaan surat Al Fatihah nya yang belum selesai dijamin oleh imam karena shalat berjamaah.

¨ Jika makmum mendapati imam sedang bertakbir untuk rukuk atau sedang rukuk, maka makmum hendaknya segera melakukan takbiratul ihram lalu bertakbir untuk rukuk dan melakukan rukuk bersama-sama imam. Bila makmum dapat melakukan rukuk bersama-sama imam secara sempurna (thuma’ninah) maka makmum dianggap memperoleh satu rakaat shalat bersama imam, sedangkan surat Al Fatihah yang tidak dibacanya dijamin oleh imam.

¨ Jika makmum mendapati imam sedang duduk tasyahud awal dalam shalat yang rakaatnya empat, maka makmum segera bertakbiratul ihram, lalu langsung duduk bersama imam dengan tidak usah membaca doa tasyahud. Dalam hal seperti ini makmum belum memperoleh rakaat shalat bersama imam. Selanjutnya, bila imam berdiri untuk melanjutkan shalatnya yakni rakaat ketiga dan keempat (bagi makmum tersebut dianggap rakaat pertama dan kedua), maka makmum mengikuti apa yang dilakukan imam dalam shalatnya.

Ketika imam duduk untuk membeca tasyahud akhir, maka makmum ikut pula duduk untuk membaca tasyahud awal. Tatkala imam memberi salam, makmum jangan mengikuti imam memberi salam, tetapi bangun kembali dan bertakbir untuk melanjutkan dan menyelesaikan shalatnya sendirian yakni rakaat ketiga dan keempat.

¨ Jika makmum yang masbuq mendapati imam sedang duduk tasyahud awal dalam shalat Maghrib, maka makmum segera bertakbiratul ihram, lalu langsung duduk bersama imam (tanpa takbir) dengan tidak usah ikut mambaca doa tasyahud. Selanjutnya bila imam berdiri untuk rakaat yang ketiga ( rakaat terakhir bagi imam), maka makmum ikut pula berdiri mengikuti rakaat ketiga, dan bagi makmum sebagai rakaat pertama/ pada waktu imam duduk tasyahud akhir, maka makmum ikut pula duduk tasyahud akhir dengan tidak usah membaca doa tasyahud, karena bukan pada tempatnya. Kemudian ketika imam salam, maka makmum segera takbir untuk rakaat yang kedua dan selanjutnya shalat Maghrib tersebut diselesaikan sendiri sampai salam.

¨ Jika makmum yang masbuq mendapati imam sedang duduk tasyahud akhir, maka makmum tersebut segera bertakbiratul ihram dan langsung duduk bersama imam (tanpa takbir) dengan tidak usah membaca doa tasyahud. Setelah imam memberi salam kanan, makmum segera berdiri tanpa membaca takbir untuk mengerjakan seluruh rakaat shalatnya secara sendiri, karena makmum tersebut belum dianggap memperoleh rakaat shalat bersama imam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar